DAMPAK CORONA TERHADAP PESERTA DIDIK DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI
Oleh
Rizki Mega Saputra, S.Pd
Kasus Corona
yang terdeteksi di Wuhan, China pertama kali dilaporkan ke WHO. Selama periode
yang dilaporkan ini, virus belum diketahui. Kasus-kasus tersebut terjadi antara
12-29 Desember. Meskipun tingkat kesembuhan penyakit ini lebih dari separuh
jumlah kasus terinfeksi, virus corona jenis baru yang pertama kali ditemukan di
Wuhan ini telah menewaskan lebih dari 4.000 (Kompas:2020).
Pada awal
sebelum Presiden Jokowi menyatakan ada warga Indonesia yang positif terjangkit
virus corona, masyarakat Indonesia lebih dominan memiliki rasa cemas. Mengapa?
Sebab rasa cemas ini sendiri merupakan suatu yang irasional dan objek ketakutan
atas wabah virus corona di Indonesia belum terbukti dan nyata. Namun kondisi
kecemasan itu kini berubah menjadi ketakutan. Sebab rasa takut merupakan suatu
yang rasional, karena sudah memiliki objek ketakutan yang jelas dan nyata.
Yaitu, wabah virus corona sudah terjadi di Indonesia.
Sebenarnya rasa
cemas dan ketakutan pada diri masyarakat atas wabah virus corona suatu yang
manusiawi. Namun hal ini jika tidak diatasi, secara sosiologis akan menimbulkan
disorganisasi dan disfungsi sosial di masyarakat. Mengapa?
Sejak
diberlakukannya Social distancing
memberi dampak bagi pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Nadiem Makarim mendukung kebijakan pemerintah daerah untuk meliburkan sekolah
karena penyebaran virus corona yang semakin mengkhawatirkan. “Dampak penyebaran
COVID-19 akan berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya. Kami mendukung
kebijakan (meliburkan sekolah) yang diambil pemda,” ujar Nadiem (Antara:2020).
Cultural
shock
Kajian ilmu
sosiologi memandang bahwa keputusan yang dikeluarkan pemerintah sudah tepat
saat ini, namun ada terjadi sebuah kondisi yang dikatakan sebagai cultural shock atau gegar budaya. Lundstedt
mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan menyesuaikan
diri yang merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan dan orang-orang baru (Mulyana:2005)
Culture shock adalah hal yang wajar
dialami oleh seorang individu sebagai bentuk reaksi atas hilangnya sebagian
atau semua tanda – tanda dalam kebudayaan baik norma dan nilai yang selama ini
dianutnya. Kebiasaan yang terjadi dan dialami para peserta didik adalah mereka
menerima materi dari apa yang di berikan oleh seorang pengajar, faktanya
meskipun seorang pengajar menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik tetap saja sebagai penerima bukan sebagai inovator.
Permasalah
banyak muncul ketika setiap peserta didik harus siap dan cepat menerima
perubahan cara belajar yang menggunakan semua serba teknologi, sehingga
menyebabkan terjadinya kekagetan bahkan kepanikan yang luar biasa ketika para
peserta didik tidak bisa mengikuti pembelajaran yang diinginkan oleh para
pengajar.
Sosialisasi dan Interaksi
Proses
pembelajaran sebenarnya masuk ranah pada kajian sosioalisasi, karena sekolah
merupakan lembaga atau agen yang berpangaruh pada proses pembelajaran. Jika
tidak terlaksana dengan baik proses sosialisasi itu maka otomatis menyebabkan
proses sosialisasi tidak sempurna yang kemudian nanti akan berpengaruh pada
proses sub tindakan menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku di masyarakat.
Memang proses
sosialisasi dan interaksi itu bukan menjadi kesatuan yang harus dilalui oleh
individu secara utuh karena interaksi itu bisa berlangsung meskipun tidak ada
tatap muka yang penting adanya syaratnya yaitu ada orang yang menyampaikan
pesan, pesan yang disampaikan dan orang yang menerima pesan.
Setelah
pelaksanaan himbauan pemerintah untuk melaksanakan kegiatan semua dari rumah
termasuk pembelajaran yang dilaksanakan dengan sistem jarak jauh maka muncul
berbagai pemasalahan yang diakibatkan Corona dirasakan oleh masyarakat terutama
para peserta didik terkait belajar dirumah.
Para peserta
didik mengeluh akan belajar dirumah dipenuhi dengan tugas rumah yang diberi
oleh masing-masing guru terlalu banyak, ditambah lagi terkendala oleh jaringan
Web, teknologi yang kurang memadai, hingga sinyal. Selain itupula kurang
efektifnya belajar dirumah karena mereka belajar otodidak(sendiri) yang
faktanya banyak orang tua yang tidak bisa mengajari materi yang ada dibuku
sehingga orang tua hanya bisa membimbing anaknya saja.
Tujuan
pembelajaran dari rumah akhirnya tidak berjalan dengan seperti apa yang
diharapkan karena banyak faktor yang menyebabkan pembelajaran itu tidak
efektif. Seharusnya ada tindakan khusus atau peraturan yang ditetapkan
pemerintah untuk peserta didik yang ketahuan tidak belajar dirumah meskipun
pembelajran itu tidak harus melalu online yang intinya adanya pembelajaran yang
dilaksanakan oleh peserta didik dirumah maka dengan begitu mencegah adanya crowd atau kerumunan yang menyebabkan
penularan corona semakin banyak.
Pesan saya
sebagai pengajar, berikanlah variasi pembelajaran kepada peserta didik kita
dalam kondisi seperti ini dengan berbagai metode pembelajaran dengan
memanfaatkan beberapa fitur kelas online, video pembelajaran, buku digital
ataupun perintah pengerjaan menggunakan online namun hasil yang di harapakan
dalam bentuk penulisan tangan. Sehingga peserta didik tidak merasa jenuh dan
tertekan yang nantinya akan menyebabkan terjadi cultural shock dan tifak mengganggu emosional peserta didik kita.
Semoga kita
semua dapat memutus rantai kehidupan Virus Corona.
Posting Komentar untuk "DAMPAK CORONA TERHADAP PESERTA DIDIK DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI"
Terimakasih sudah mengunjungi blog Rizki Mega Saputra. Semoga bisa menambah wawasan Anda..