KISAH MAK TUN, WANITA SEBATANG KATA PELINDUNG ANJING DI KOLONG JEMBATAN
Namanya Sri Susanti (55). Usianya sudah cukup renta dan tinggal di
kolong jembatan. Hidupnya pun sebatang kara. Namun dia tak pernah merasa
miskin. Ada belasan anjing yang selalu menjaganya.
Mak Tun, begitu Sri biasa disapa. Sejak kecil, dia sudah tinggal di Semarang, Jawa Tengah. Mak Tun sempat memiliki usaha warung saat orang tuanya wafat, namun kini hilang akibat tergusur pembangunan kanal kota. Sahabat Mak Tun hanya anjing-anjingnya.
Kisah Mak Tun dan anjing berawal dari tahun 2010. Kala itu, dia kesepian karena tak punya saudara kandung atau kerabat. Lalu dia merawat dua anjing sebagai teman. Satu diberi nama Edo (jantan) dan Belang (betina). Semakin lama, anjingnya beranak pinak hingga total berjumlah 20 anjing. Tapi, tak semua bisa bertahan hidup. Hanya tersisa 14 anjing.
"Setengah bulan yang lalu, 5 anak anjing baru terlahir. Satu ekor meninggal dengan tragis, tercebur ke sungai dan tenggelam saat Mak Tun pergi memasak nasi di bawah jembatan lain dan tidak bisa mengawasi bayi-bayi anjing tersebut," cerita aktivis pecinta hewan yang menolong Mak Tun, Rachma, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (27/3/2013).
Sejak warungnya dirobohkan pada 2010 lalu, Mak Tun jadi tak memiliki penghasilan. Uang yang diperoleh dari memulung tak bisa untuk biaya makan anjing-anjingnya. Karena itu, dia perlu bantuan segera.
"Akhirnya beliau tinggal di kolong jembatan besar dengan ke-14 anjingnya," terang Rachma.
Namun di kolong jembatan besar itu, Mak Tun mendapat penolakan dari warga lain. Anjing-anjingnya dianggap mengganggu. Banyak warga memintanya untuk menjual anjing tersebut, namun Mak Tun menolak. Baginya, anjing-anjing itu adalah sahabat.
Karena terusir, Mak Tun pun pindah ke kolong jembatan yang lebih kecil. Di lokasi baru itu, hanya ada jalur pijakan sempit. Bila hujan dan petugas lupa menutup pintu air, maka air bisa menggerus 'rumah' Mak Tun. Tak jarang, wanita paruh baya itu harus berdiri merapat ke tembok sepanjang malam sambil menggendong 4 bayi anjing.
"Risiko besar terpeleset dan tercebur ke arus harus dihadapi dengan tabah," cerita Rachma.
Saat ditemui detikcom di kolong jembatan kawasan Pusponjolo, Semarang, Mak Tun terlihat sibuk bersiap memberi makan anjingnya. Berkaos hijau, dia tampak bahagia saat memberi makan anjing yang dianggapnya sebagai anak. Padahal makanan yang diberikan adalah sisa-sisa nasi yang dipungutnya di jalanan.
"Saya sayang sekali sama mereka, mereka yang menemani saya. Saya hidup sendiri sama anjing-anjing ini," cerita Mak Tun.
Mak Tun, begitu Sri biasa disapa. Sejak kecil, dia sudah tinggal di Semarang, Jawa Tengah. Mak Tun sempat memiliki usaha warung saat orang tuanya wafat, namun kini hilang akibat tergusur pembangunan kanal kota. Sahabat Mak Tun hanya anjing-anjingnya.
Kisah Mak Tun dan anjing berawal dari tahun 2010. Kala itu, dia kesepian karena tak punya saudara kandung atau kerabat. Lalu dia merawat dua anjing sebagai teman. Satu diberi nama Edo (jantan) dan Belang (betina). Semakin lama, anjingnya beranak pinak hingga total berjumlah 20 anjing. Tapi, tak semua bisa bertahan hidup. Hanya tersisa 14 anjing.
"Setengah bulan yang lalu, 5 anak anjing baru terlahir. Satu ekor meninggal dengan tragis, tercebur ke sungai dan tenggelam saat Mak Tun pergi memasak nasi di bawah jembatan lain dan tidak bisa mengawasi bayi-bayi anjing tersebut," cerita aktivis pecinta hewan yang menolong Mak Tun, Rachma, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (27/3/2013).
Sejak warungnya dirobohkan pada 2010 lalu, Mak Tun jadi tak memiliki penghasilan. Uang yang diperoleh dari memulung tak bisa untuk biaya makan anjing-anjingnya. Karena itu, dia perlu bantuan segera.
"Akhirnya beliau tinggal di kolong jembatan besar dengan ke-14 anjingnya," terang Rachma.
Namun di kolong jembatan besar itu, Mak Tun mendapat penolakan dari warga lain. Anjing-anjingnya dianggap mengganggu. Banyak warga memintanya untuk menjual anjing tersebut, namun Mak Tun menolak. Baginya, anjing-anjing itu adalah sahabat.
Karena terusir, Mak Tun pun pindah ke kolong jembatan yang lebih kecil. Di lokasi baru itu, hanya ada jalur pijakan sempit. Bila hujan dan petugas lupa menutup pintu air, maka air bisa menggerus 'rumah' Mak Tun. Tak jarang, wanita paruh baya itu harus berdiri merapat ke tembok sepanjang malam sambil menggendong 4 bayi anjing.
"Risiko besar terpeleset dan tercebur ke arus harus dihadapi dengan tabah," cerita Rachma.
Saat ditemui detikcom di kolong jembatan kawasan Pusponjolo, Semarang, Mak Tun terlihat sibuk bersiap memberi makan anjingnya. Berkaos hijau, dia tampak bahagia saat memberi makan anjing yang dianggapnya sebagai anak. Padahal makanan yang diberikan adalah sisa-sisa nasi yang dipungutnya di jalanan.
"Saya sayang sekali sama mereka, mereka yang menemani saya. Saya hidup sendiri sama anjing-anjing ini," cerita Mak Tun.
Posting Komentar untuk "KISAH MAK TUN, WANITA SEBATANG KATA PELINDUNG ANJING DI KOLONG JEMBATAN"
Terimakasih sudah mengunjungi blog Rizki Mega Saputra. Semoga bisa menambah wawasan Anda..