KURANG MINUM SUSU? AWAS RISIKO SAKIT JANTUNG MENGINTAI
Tak diragukan lagi pentingnya asupan makanan 4 Sehat 5 Sempurna dengan
susu sebagai pelengkap memberikan gizi seimbang bagi tubuh. Lagipula
nyatanya susu tak hanya bagus untuk tulang tapi juga untuk jantung. Kok
bisa?
Sebuah studi baru dari University of Illinois, AS menemukan bahwa remaja atau anak kuliahan yang hanya mengonsumsi kurang dari 3 porsi produk susu setiap harinya lebih cenderung mengidap sindrom metabolik.
"...dan hanya satu dari empat anak kuliahan yang menjadi responden studi ini yang memenuhi asupan produk susu yang direkomendasikan," ungkap peneliti Margarita Teran-Garcia, profesor di bidang ilmu pangan dan gizi dari University of Illinois.
Artinya kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena tiga-perempat anak kuliahan berusia 18-25 tahun yang menjadi responden studi ini berisiko mengidap sindrom metabolik.
Sindrom metabolik sendiri terjadi ketika seseorang memiliki tiga dari sejumlah faktor risiko sakit jantung yaitu obesitas (terutama pada perut), tekanan darah tinggi, kadar gula darah yang tinggi dan kadar kolesterol serta lipid yang tak sehat. "Padahal jika seseorang memiliki tiga dari empat faktor risiko itu berarti risikonya terkena penyakit jantung dan diabetes tipe 2 menjadi tinggi," terang Teran-Garcia seperti dilansir medindia, Senin (18/3/2013).
Kendati para pakar percaya bahwa konsumsi produk susu dapat melindungi seseorang dari obesitas dan sejumlah masalah kesehatan lain yang menyertai kondisi berat badan berlebih, nyatanya tak ada pakar yang dapat menjelaskan mekanismenya.
"Bisa jadi itu karena kalsiumnya atau proteinnya. Yang jelas apapun mekanismenya, sejumlah bukti mengungkap bahwa susu adalah sarana efektif untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat," kata Teran-Garcia.
Sebagai bagian dari proyek studi kolaborasi antara University of Illinois dan Universidad Autónoma de San Luis Potosί, Meksiko, dalam studi ini dilibatkan 339 remaja yang tengah mengikuti ujian masuk ke sejumlah perguruan tinggi asal Meksiko yang diminta mengisi sebuah kuesioner tentang frekuensi makan.
Kemudian setiap responden dievaluasi faktor risiko sindrom metaboliknya. Setelah itu, barulah peneliti menganalisis data yang diperoleh dengan mempertimbangkan faktor usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 pada keluarga serta kadar aktivitas fisik responden.
Tak hanya itu, peneliti juga memantau perubahan BMI, berat badan dan kebiasaan makan serta olahraga responden dari waktu ke waktu.
Dari situ awalnya peneliti menduga bahwa responden cenderung menggantikan minuman berkalori tinggi dan berpemanis buatan seperti soda dan jus kalengan dengan susu, tapi ternyata hal itu tak terjadi. Faktanya, seperempat responden justru mengonsumsi minuman tersebut disamping juga minum susu sehingga kalorinya menjadi surplus.
Untuk itu, Teran-Garcia menekankan pentingnya membiasakan anak mengonsumsi makanan sehat sejak dini dan ia melihat studinya ini sebagai salah satu intervensi yang dapat mengubah pola pikir responden.
"Kami peduli kepada mereka karena orang-orang dalam kelompok usia ini jarang berkunjung ke dokter dan bisa jadi mereka tak tahu-menahu jika mereka bermasalah dengan berat badannya, tekanan darahnya, kadar lipid maupun kadar gula darahnya," lanjutnya.
Lagipula menyasar responden muda seperti dalam studi ini dianggap sebagai salah satu pendekatan yang murah-meriah untuk mendorong pentingnya menjaga kesehatan dan penurunan risiko penyakit apapun di masa depan. "Dengan begitu dalam beberapa tahun ke depan, ketika responden kami telah menjadi orang tua, mereka akan mampu menjadi role model yang baik bagi anak-anaknya," pungkasnya.
Sebuah studi baru dari University of Illinois, AS menemukan bahwa remaja atau anak kuliahan yang hanya mengonsumsi kurang dari 3 porsi produk susu setiap harinya lebih cenderung mengidap sindrom metabolik.
"...dan hanya satu dari empat anak kuliahan yang menjadi responden studi ini yang memenuhi asupan produk susu yang direkomendasikan," ungkap peneliti Margarita Teran-Garcia, profesor di bidang ilmu pangan dan gizi dari University of Illinois.
Artinya kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena tiga-perempat anak kuliahan berusia 18-25 tahun yang menjadi responden studi ini berisiko mengidap sindrom metabolik.
Sindrom metabolik sendiri terjadi ketika seseorang memiliki tiga dari sejumlah faktor risiko sakit jantung yaitu obesitas (terutama pada perut), tekanan darah tinggi, kadar gula darah yang tinggi dan kadar kolesterol serta lipid yang tak sehat. "Padahal jika seseorang memiliki tiga dari empat faktor risiko itu berarti risikonya terkena penyakit jantung dan diabetes tipe 2 menjadi tinggi," terang Teran-Garcia seperti dilansir medindia, Senin (18/3/2013).
Kendati para pakar percaya bahwa konsumsi produk susu dapat melindungi seseorang dari obesitas dan sejumlah masalah kesehatan lain yang menyertai kondisi berat badan berlebih, nyatanya tak ada pakar yang dapat menjelaskan mekanismenya.
"Bisa jadi itu karena kalsiumnya atau proteinnya. Yang jelas apapun mekanismenya, sejumlah bukti mengungkap bahwa susu adalah sarana efektif untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat," kata Teran-Garcia.
Sebagai bagian dari proyek studi kolaborasi antara University of Illinois dan Universidad Autónoma de San Luis Potosί, Meksiko, dalam studi ini dilibatkan 339 remaja yang tengah mengikuti ujian masuk ke sejumlah perguruan tinggi asal Meksiko yang diminta mengisi sebuah kuesioner tentang frekuensi makan.
Kemudian setiap responden dievaluasi faktor risiko sindrom metaboliknya. Setelah itu, barulah peneliti menganalisis data yang diperoleh dengan mempertimbangkan faktor usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 pada keluarga serta kadar aktivitas fisik responden.
Tak hanya itu, peneliti juga memantau perubahan BMI, berat badan dan kebiasaan makan serta olahraga responden dari waktu ke waktu.
Dari situ awalnya peneliti menduga bahwa responden cenderung menggantikan minuman berkalori tinggi dan berpemanis buatan seperti soda dan jus kalengan dengan susu, tapi ternyata hal itu tak terjadi. Faktanya, seperempat responden justru mengonsumsi minuman tersebut disamping juga minum susu sehingga kalorinya menjadi surplus.
Untuk itu, Teran-Garcia menekankan pentingnya membiasakan anak mengonsumsi makanan sehat sejak dini dan ia melihat studinya ini sebagai salah satu intervensi yang dapat mengubah pola pikir responden.
"Kami peduli kepada mereka karena orang-orang dalam kelompok usia ini jarang berkunjung ke dokter dan bisa jadi mereka tak tahu-menahu jika mereka bermasalah dengan berat badannya, tekanan darahnya, kadar lipid maupun kadar gula darahnya," lanjutnya.
Lagipula menyasar responden muda seperti dalam studi ini dianggap sebagai salah satu pendekatan yang murah-meriah untuk mendorong pentingnya menjaga kesehatan dan penurunan risiko penyakit apapun di masa depan. "Dengan begitu dalam beberapa tahun ke depan, ketika responden kami telah menjadi orang tua, mereka akan mampu menjadi role model yang baik bagi anak-anaknya," pungkasnya.
(Detik-18-03-13)
Posting Komentar untuk "KURANG MINUM SUSU? AWAS RISIKO SAKIT JANTUNG MENGINTAI"
Terimakasih sudah mengunjungi blog Rizki Mega Saputra. Semoga bisa menambah wawasan Anda..