KISAH -JOKOWI-AHOK- DARI KAMPUNG TARAKAN
Ketika ditugaskan di pelosok daerah nusantara, banyak pengajar muda
menyadari bahwa mereka tidak selalu berkutat dengan pendidikan untuk
mengajar dan menginspirasi anak-anak di daerah tersebut. Justru, pada
kenyataannya, merekalah yang belajar banyak hal baru.
Interaksi dari alam dan masyarakat setempat menghadirkan pelajaran baru yang tak terlupakan sepanjang hidup mereka ke depan. Maman Dwi Cahyo mengalaminya.
Dalam interaksinya dengan masyarakat di Kampung Tarak, Fakfak, Maman bertemu dengan sosok pemimpin sejati yang jujur. Mereka yang mengabdi dengan ketulusan demi kemajuan penduduk di desanya.
Bagi Maman, Om Udin mendatangkan harapan seperti Jokowi dan Ahok...
"True Leaders"
Ya, boleh dibilang ini kisah Jokowi-Ahok versi Kampung Tarak.
Kebanggaan dan kehormatan sangat dijunjung tinggi oleh om Udin. Pada tahun 2012-2013 ini, beliau mendapat amanah untuk menjadi ketua TPKK (tim pengelola kegiatan kampung) PNPM Mandiri Pedesaan di kampung Tarak. Atmosfer baru tercipta pada masa kepemimpinan om Udin. Beberapa program sudah diputuskan bersama dalam musyawarah kampung dengan pendamping PNPM Distrik. Yang membuat saya terkesan adalah saat laporan pertanggungjawaban dana tahap I.
Pada rapat pertanggungjawaban tersebut, om Udin dan tim meletakkan jutaan uang PNPM di tengah-tengah forum untuk disaksikan warga, Yup! Baru pertama kali saya saksikan pertanggungjawaban yang penuh pertanggungjawaban seperti ini.
Inti yang disampaikan beliau pada pertanggungjawaban dana tahap pertama adalah sebagai berikut:
"Bapak-bapak, ibu-ibu, ini dana yang diterima pada tahap I. Kami sudah belanja bahan-bahan untuk pembangunan seperti yang tercantum pada RAB. Kami disuruh belanja sendiri dan mencari toko material/bahan yang murah, dan kami menemukannya. Namun, kondisinya sekarang, uang belanja yang kami gunakan ternyata masih sisa karena bahan-bahan yang kami beli lebih murah dibandingkan dengan harga yang tercantum dalam RAB.
"Kami mendapat instruksi untuk meminta nota belanja/kwitansi kosong dan cap dari toko bahan-bahan tersebut yang nantinya kami isi sendiri sesuai dengan anggaran di RAB, dan yang disuruh pakai adalah nota kosong tersebut, yang dipublikasikan dalam laporan juga bukti pembayaran tersebut. Namun, bapak-bapak, ibu-ibu, kami transparan saja kepada bapak-bapak ibu-ibu, kami meminta dua bukti pembayaran, yang asli dan yang sesuai dengan RAB. Yang sesuai dengan RAB akan dipertanggungjawabkan kepada pendamping distrik seperti yang diinstruksikan, sementara yang asli supaya bapak-bapak dan ibu-ibu tahu sisa dana dari pembelanjaan tersebut berapa, dan nantinya mau dipakai apa? Sekarang, sesuai rincian asli, belanja bahan-bahan kemarin menghabiskan dana sebesar #######, sedangkan jika sesuai RAB harusnya sebesar #######, sekarang sisanya sebanyak #######. Mohon bapak-bapak atau aparat kami persilakan menghitung uang yang ada di hadapan kita ini.
"Meskipun ada kesempatan besar, Saya dan tim tidak mengambil uang sepeserpun dari uang tersebut. Kami tidak mau makan uang tersebut. Buat apa kami makan uang sisa tersebut, nama baik akan rusak seumur hidup, lagipula uang sebesar itu pun lama-lama akan habis juga." Begitulah inti dari penjelasan beliau.
Pace Desa (Kepala Kampung) pun menganut prinsip membangun kampung dan masyarakat. Kalau dibandingkan antara profesi nelayan yang beliau jalani (sesuai hobi dan keahlian beliau), tugas menjadi kepala kampung tidak sebanding dengan hak yang beliau terima. Honor dalam satu bulan menjadi kepala kampung bisa beliau dapatkan dengan memancing satu hari saja. Kalau memang tidak ada ketulusan pengabdian membangun kampung, buat apa beliau susah-susah untuk hidup makin susah, haha... Meskipun hak yang diterima beliau tidak seberapa, pengabdian beliau untuk membangun kampung, meningkatkan sumberdaya manusia, selalu memberikan pengetahuan, pengertian, serta motivasi kepada masyarakat patut diteladani. Pagi, siang, sore, hingga dini hari, pelayanan beliau sebagai pemimpin kampung kecil nan besar ini nonstop dan pintunya selalu terbuka untuk warga maupun para tamu.
Ajaibnya, anak-anak, pemuda, sampai nene-nene tete-tete, semua langsung semangat bekerja keras. Mulai dari angkat kerikil, sampai mengambil sayur-mayur di ladang masing-masing untuk konsumsi warga yang kerja. Jos markojoss! Ditambah lagi, dari program-program yang direncanakan dalam RAB, Kampung Tarak masih memiliki sisa dana dan bahan untuk merombak dermaga kampung dari kayu menjadi cor (pembangunan ini di luar RAB dan bonus karena kejujuran pemimpin). Semua jempol terangkat buat para pemimpin sejati ini.
Sering saya merenungkan hal-hal yang saya jumpai di sini. Di kampung ini, dalam skala kampung, bisa memunculkan sosok pemimpin-pemimpin sejati dan tulus dari dasar hati, mengapa pemimpin dalam skala lebih luas belum bisa? Yap, saya yakin bisa, karena sekarang sudah saya buktikan sendiri kalau ternyata pemimpin yang tulus dan penuh pengabdian itu ada. Di kota, di pasar, di mana pun pasti ada pemimpin sejati seperti ini.
Interaksi dari alam dan masyarakat setempat menghadirkan pelajaran baru yang tak terlupakan sepanjang hidup mereka ke depan. Maman Dwi Cahyo mengalaminya.
Dalam interaksinya dengan masyarakat di Kampung Tarak, Fakfak, Maman bertemu dengan sosok pemimpin sejati yang jujur. Mereka yang mengabdi dengan ketulusan demi kemajuan penduduk di desanya.
Bagi Maman, Om Udin mendatangkan harapan seperti Jokowi dan Ahok...
"True Leaders"
Ya, boleh dibilang ini kisah Jokowi-Ahok versi Kampung Tarak.
Kebanggaan dan kehormatan sangat dijunjung tinggi oleh om Udin. Pada tahun 2012-2013 ini, beliau mendapat amanah untuk menjadi ketua TPKK (tim pengelola kegiatan kampung) PNPM Mandiri Pedesaan di kampung Tarak. Atmosfer baru tercipta pada masa kepemimpinan om Udin. Beberapa program sudah diputuskan bersama dalam musyawarah kampung dengan pendamping PNPM Distrik. Yang membuat saya terkesan adalah saat laporan pertanggungjawaban dana tahap I.
Pada rapat pertanggungjawaban tersebut, om Udin dan tim meletakkan jutaan uang PNPM di tengah-tengah forum untuk disaksikan warga, Yup! Baru pertama kali saya saksikan pertanggungjawaban yang penuh pertanggungjawaban seperti ini.
Inti yang disampaikan beliau pada pertanggungjawaban dana tahap pertama adalah sebagai berikut:
"Bapak-bapak, ibu-ibu, ini dana yang diterima pada tahap I. Kami sudah belanja bahan-bahan untuk pembangunan seperti yang tercantum pada RAB. Kami disuruh belanja sendiri dan mencari toko material/bahan yang murah, dan kami menemukannya. Namun, kondisinya sekarang, uang belanja yang kami gunakan ternyata masih sisa karena bahan-bahan yang kami beli lebih murah dibandingkan dengan harga yang tercantum dalam RAB.
"Kami mendapat instruksi untuk meminta nota belanja/kwitansi kosong dan cap dari toko bahan-bahan tersebut yang nantinya kami isi sendiri sesuai dengan anggaran di RAB, dan yang disuruh pakai adalah nota kosong tersebut, yang dipublikasikan dalam laporan juga bukti pembayaran tersebut. Namun, bapak-bapak, ibu-ibu, kami transparan saja kepada bapak-bapak ibu-ibu, kami meminta dua bukti pembayaran, yang asli dan yang sesuai dengan RAB. Yang sesuai dengan RAB akan dipertanggungjawabkan kepada pendamping distrik seperti yang diinstruksikan, sementara yang asli supaya bapak-bapak dan ibu-ibu tahu sisa dana dari pembelanjaan tersebut berapa, dan nantinya mau dipakai apa? Sekarang, sesuai rincian asli, belanja bahan-bahan kemarin menghabiskan dana sebesar #######, sedangkan jika sesuai RAB harusnya sebesar #######, sekarang sisanya sebanyak #######. Mohon bapak-bapak atau aparat kami persilakan menghitung uang yang ada di hadapan kita ini.
"Meskipun ada kesempatan besar, Saya dan tim tidak mengambil uang sepeserpun dari uang tersebut. Kami tidak mau makan uang tersebut. Buat apa kami makan uang sisa tersebut, nama baik akan rusak seumur hidup, lagipula uang sebesar itu pun lama-lama akan habis juga." Begitulah inti dari penjelasan beliau.
Pace Desa (Kepala Kampung) pun menganut prinsip membangun kampung dan masyarakat. Kalau dibandingkan antara profesi nelayan yang beliau jalani (sesuai hobi dan keahlian beliau), tugas menjadi kepala kampung tidak sebanding dengan hak yang beliau terima. Honor dalam satu bulan menjadi kepala kampung bisa beliau dapatkan dengan memancing satu hari saja. Kalau memang tidak ada ketulusan pengabdian membangun kampung, buat apa beliau susah-susah untuk hidup makin susah, haha... Meskipun hak yang diterima beliau tidak seberapa, pengabdian beliau untuk membangun kampung, meningkatkan sumberdaya manusia, selalu memberikan pengetahuan, pengertian, serta motivasi kepada masyarakat patut diteladani. Pagi, siang, sore, hingga dini hari, pelayanan beliau sebagai pemimpin kampung kecil nan besar ini nonstop dan pintunya selalu terbuka untuk warga maupun para tamu.
Ajaibnya, anak-anak, pemuda, sampai nene-nene tete-tete, semua langsung semangat bekerja keras. Mulai dari angkat kerikil, sampai mengambil sayur-mayur di ladang masing-masing untuk konsumsi warga yang kerja. Jos markojoss! Ditambah lagi, dari program-program yang direncanakan dalam RAB, Kampung Tarak masih memiliki sisa dana dan bahan untuk merombak dermaga kampung dari kayu menjadi cor (pembangunan ini di luar RAB dan bonus karena kejujuran pemimpin). Semua jempol terangkat buat para pemimpin sejati ini.
Sering saya merenungkan hal-hal yang saya jumpai di sini. Di kampung ini, dalam skala kampung, bisa memunculkan sosok pemimpin-pemimpin sejati dan tulus dari dasar hati, mengapa pemimpin dalam skala lebih luas belum bisa? Yap, saya yakin bisa, karena sekarang sudah saya buktikan sendiri kalau ternyata pemimpin yang tulus dan penuh pengabdian itu ada. Di kota, di pasar, di mana pun pasti ada pemimpin sejati seperti ini.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2013/05/24/17373075/Kisah.JokowiAhok.dari.Kampung.Tarak?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Posting Komentar untuk "KISAH -JOKOWI-AHOK- DARI KAMPUNG TARAKAN "
Terimakasih sudah mengunjungi blog Rizki Mega Saputra. Semoga bisa menambah wawasan Anda..